Di Indonesia sendiri telah diberlakukan undang-undang khusus untuk penyandang cacat yaitu UU RI No. 4 tahun 1977 dan UU RI No. 28 tahun 2002 yang secara keseluruhan telah dimaksudkan sebagai berikut:
1. Penyandang cacat adalah setiap orang yang mempunyai kelainan fisik dan/atau mental,
yang menjadi hambatan baginya untuk melakukan kegiatan seperti orang-orang normal lainnya dan terdiri dari :
- · Tunanetra [tipe A] (tidak dapat melihat)
- · Tunarungu [tipe B] (tidak dapat mendengar)
- · Tunawicara [tipe C] (tidak dapat berbicara)
- · Tunadaksa [tipe D] (cacat tubuh)
- · Tunalaras [tipe E1: Fisik] (cacat suara dan nada)
- · Tunalaras [tipe E2: Mental] (sukar mengendalikan emosi dan sosial)
- · Tunagrahita [tipe F] (lemah daya tangkap/idiot)
- · Tunaganda [tipe G] (memiliki cacat lebih dari satu, mis: mental&fisik)
seseorang.
3. Memberikan peluang bagi penyandang disabilitas untuk mendapat kesempatan yang sama dengan orang normal dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan.
4. Menyediakan kemudahan bagi penyandang disabilitas guna mewujudkan kesamaan kesempatan dalam segala aspek kehidupan dan penghidupan (Aksesibilitas)
5. Proses refungsionalisasi dan pengembangan untuk memungkinkan penyandang disabilitas mampu melaksanakan fungsi sosialnya secara wajar dalam kehidupan bermasyarakat (Rehabilitasi)
6. Memberikan bantuan sosial sebagai upaya membantu penyandang disabilitas yang tidak mampu bersifat tidak tetap, agar mereka dapat meningkatkan taraf kesejahteraan sosialnya.
7. Mewujudkan pemeliharaan taraf kesejahteraan sosial sebagai upaya perlindungan dan pelayanan yang bersifat terus menerus, agar penyandang disabilitas dapat mewujudkan taraf hidup dengan wajar.
Jujur, saat pertama kali melihat dan membaca undang-undang ini saya pribadi merasa senang melihat akan ada tempat yang lebih baik bagi para penyandang disabilitas ini dikemudian hari. Namun, seperti yang bisa dilihat, saya hanya menemukan beberapa pihak swasta maupun pribadi yang mampu mengimplementasikannya. Itupun entah karena adanya undang-undang ini atau alasan sosial lainnya. Kemana yang lain? Entahlah….
Bahkan pernah sekali waktu saya meilhat salah satu informasi dari media televisi, bahwa adanya desa yang semua warganya mengalami disabilitas dan tak pernah dilirik oleh pemerintah sedikit pun. Entah jika setelah adanya berita itu.
Adapun beberapa kasus yang termasuk kedalam pelayanan atau fasilitas umum yang sebenarnya membuat penyandang disabilitas semakin berada dijajaran belakang, diantaranya adalah:
- · Masih adanya persyaratan atau peraturan yang menuliskan “sehat jasmani dan rohani”
- · Membuat sekolah khusus atau yang kita kenal sebagai Sekolah Luar Biasa
- · Masalah-masalah yang tidak tersosialisasi dengan baik bagi penyandang disabilitas pada saat pemilu
- · Banyak beredarnya stigma negatif tentang penyandang disabilitas dikalangan masyarakat
Adapun pelayanan fasilitas umum yang beberapa tahun ini menjadi permasalah yang banyak dicari jalan keluarnya yaitu masalah pemilu bagi penyandang cacat. Informasi /sosialisasi pemilu yang tidak aksesibel bagi para tunarungu, juga mengenai alat bantu contreng bagi penderita tunanetra yang tidak tersosialisasi dengan baik sehingga menyulitkan petugas dan pemilihnya pada saat mencoblos maupun penghitungan. Sehingga tidak jarang para penderita disabilitas ini lebih memilih untuk tidak mengikuti pemilu. Mereka merasa percuma sebab jika mengikuti pemilu pun yang akan mencoblosnya pasti petugas-petuganya juga. namun saat ini sudah ada "Buku Panduan Pemilu Bagi Penyandang Disabilitas" http://www.ikat-us.org/publication/buku-panduan-pemilu-untuk-penyandang-cacat.html
Jika saya menjadi seorang penyandang disabilitas yang suka membaca saya ingin mempunyai perpustakaan yang khusus untuk penyandang disabilitas (buta, tuli atau keduanya). Perpustakaan ini harus penuh dengan buku-buku braile, video-video strory telling bukan hanya dengan menggunakan tulisan, namun dilengkapi dengan bahasa tangan juga gambar-gambarnya yang full color dan video ini harus disimpan di tengah-tengah ruangan perpus agar siapapun dapat melihatnya, juga ruangan yang dilengkapi lagu-lagu yang membuat penyandang disabilitas merasa tidak kuper (u/ yang bukan tunarungu).
Atau bisa dengan membiarkan penyandang disabilitas bersekolah di sekolah biasa (meniadakan SLB) dan membimbing mereka merasa menjadi layaknya orang normal. Seperti yang sudah dilakukan oleh seorang gadis penderita disabilitas bernama Yohanna Febrianti Hera yangberprestasi dalam bidang non-akademik. Juga ada Jose Andre Montano Baina yang dilahirkan buta namun sangat mahir memainkan musik-musik jazz.
Dari beberapa contoh tersebut dapat ditarik kesimpulan masih saja ada hal-hal yang membuat penderita disabilitas hanya memiliki sedikit kesempatan untuk merasakan aspek kehidupan dan penghidupan khususnya di Indonesia. Terutama dalam komunikasi antar disabilitas dan non-disabilitas yang menjadi terbatas. Sehingga adanya kesalahpahaman dalam mengartikan situasi ‘disabilitas’/orang itu sendiri.
Seringnya diadakan ajakan tidak langsung seperti, contoh, acara “Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas” oleh http://www.kartunet.com yang bekerjasama dengan http://www.xl.co.id. Yang memang pada dasarnya Kartunet ini seringkali mengangkat isu-isu tentang disabilitas.
Dan juga diharapkan akan bertambahnya kegiatan-kegiatan yang menyerupai ini demi kepedulian dan juga untuk mewujudkan implementasi undang-undang kita tentang para penyandang cacat/disabilitas yang bukan hanya sekedar ‘nyanyian’ namun juga disertai tindakan.
Orisinil created by: Desy Mayasari / Chaya Keenanisa
PS: Tulisan ini diikutsertakan dalam ajang kontes blogger "Kartunet Kampanye Aksesibilitas tanpa Batas" yang diselenggarakan oleh Kartunet bekerjasama dengan ASEAN Blogger Community dan didukung oleh XL Axiata
Semoga sukses kak ^_^
BalasHapusAmin, terima kasih ya :)
BalasHapusSemangat !
BalasHapus